Sabtu, 16 Maret 2013

SISTIM BUDIDAYA PADI DENGAN METODE SRI (SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION)



A.      Pendahuluan
Indonesia adalah negara yang luas, memiliki lahan-lahan pertanian yang memadai namun selama ini kebutuhan akan bahan pokok seperti padi ternyata masih belum mencukupi, ini dibuktikan dengan seringnya pemerintah melalui bulog melakukan impor beras dari negara-negara tetangga. Berbagai cara pun dilakukan oleh pemerintah agar defisit beras dapat dikurangi atau bahkan surplus, antara lain bengan subsidi pupuk, benih, pengadaan proyek pertanian yang menguntungkan petani, dan berbagai usaha lainnya. Tetapi ternyata kebutuhan akan beras belum mencukupi bahkan malah semakin meningkat.
Akhir-akhir ini muncul trend baru dikalangan petani yaitu bertanam padi dengan sistem SRI (System  Of Rice Intensification) yang saat ini digalakkan oleh pemerintah melalui Balai Penyuluhan Pertanian (BPP). Sistim SRI ini sebenarnya menekankan kepada bagaimana mengolah potensi lokal yang ramah lingkungan yang menitik beratkan pada prinsip daur ulang hara melalui panen dengan cara mengembalikan sebagian biomassa kedalam tanah, serta konservasi air. Selain itu juga dicirikan dengan input yang kecil tetapi berdampak menimbulkan output yang besar, hal ini sangat berbeda dengan sistem pertanian konvensional yang sering digunakan petani-petani di indonesia.
Dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa indonesia melalui suatu bentuk pertanian yang berkelanjutan untuk saat ini dan generasi mendatang, sistem ini cocok untuk diterapkan oleh para petani di indonesia. Akan tetapi, ternyata tidak semua petani paham atau bahkan tahu mengenai sistem tanam padi dengan metode SRI sacara baik dan benar. Hanya petani-petani yang mengikuti program-progam dari balai penyuluh pertanian saja yang sedikit banyak tahu, sedangkan yang lain tidak.
Dari pembuatan makalah ini diharapkan bermanfaat untuk lebih mengenalkan masyarakat terutama petani dengan sistim budidaya padi metode SRI yang ramah lingkungan, biaya produksi lebih rendah, dan output (hasil produksi) yang lebih tinggi dibandingkan budidaya padi dengan sistem konvensional. Sehingga dengan keunggulan-keunggulan tersebut, petani mau untuk membantu pemerintah dalam hal swasembada bahan pokok serta ketahanan pangan nasional dengan cara meningkatkan hasil produksi dengan menerapkan sistem sri yang telah digalakkan oleh pemerintah.

B.       Permasalahan
Dalam hal budidaya tanaman padi, petani terbiasa dengan metode tanam konvensional sehingga dalam menerapkan metode tanam yang lain seperti metode SRI, petani belum paham dan masih banyak melakukan kesalahan dalam menerapkan metode ini. Makalah ini dibuat untuk memaparkan bagaimana cara budidaya tanaman padi dengan metode SRI (System  Of Rice Intensification) mulai dari pemilihan bibit sampai panen secara baik dan benar.

C.       Pembahasan
SRI (System  Of Rice Intensification) merupakan salah satu pendekatan dalam praktek budidaya padi yang menekankan pada manajemen pengelolaan tanah, tanaman, dan air melalui pemberdayaan petani yang berbasis pada kegiatan ramah lingkungan. Sistim ini mempunyai ciri yang khas yaitu input yang kecil tetapi mempunyai output yang besar dibandingkan dengan sistem konvensional.

1.     Sejarah SRI
Metode ini pertama kali ditemukan secara tidak disengaja di Madagaskar antara tahun 1983 -1984 oleh Fr. Henri de Laulanie, SJ, seorang Pastor Jesuit asal Prancis yang lebih dari 30 tahun hidup bersama petani-petani di sana. Oleh penemunya, metododologi ini selanjutnya dalam bahasa Prancis dinamakan Ie Systme de Riziculture Intensive disingkat SRI. Dalam bahasa Inggris populer dengan nama System of Rice Intensification disingkat SRI.
Tahun 1990 dibentuk Association Tefy Saina (ATS), sebuah LSM Malagasy untuk memperkenalkan SRI. Empat tahun kemudian, Cornell International Institution for Food, Agriculture and Development(CIIFAD), mulai bekerja sama dengan Tefy Saina untuk memperkenalkan SRI di sekitar Ranomafana National Park di Madagaskar Timur, didukung oleh US Agency for International Development. SRI telah diuji di Cina, India, Indonesia, Filipina, Sri Langka, dan Bangladesh dengan hasil yang positif.
SRI menjadi terkenal di dunia melalui upaya dari Norman Uphoff (Director CIIFAD). Pada tahun 1987, Uphoff mengadakan presentase SRI di Indonesia yang merupakan kesempatan pertama SRI dilaksanakan di luar Madagaskar
Hasil metode SRI sangat memuaskan. Di Madagaskar, pada beberapa tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh 10 – 15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha. Metode SRI minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode yang biasa dipakai petani. Hanya saja diperlukan pikiran yang terbuka untuk menerima metode baru dan kemauan untuk bereksperimen.
Dalam SRI tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, bukan diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi. Semua unsur potensi dalam tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya.

2.    Prinsip Budidaya Padi Organik Metode SRI

a.      Tanaman dengan bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai (hss)
b.   Bibit ditanam satu lubang satu pohon dengan jarak tanam 25 x 25 dan 30 x 30 atau lebih    jarang.
c.      Pemberian air macak-macak (seinggi 2cm) dengan pengairan berseling.
d.    Pindah tanam sesegera mungkin karena bibit masih muda dan sangat rentan (tidak lebih dari 30 menit).
e.      Penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari.
f.        Hanya menggunakan pupuk organic.

3.    Keunggulan Metode SRI

a.        Tanaman hemat air, Selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen memberikan air max 2 cm, paling baik macak-macak sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan sampai tanah retak ( Irigasi terputus).
b.       Hemat biaya, hanya butuh benih 5 kg/ha. Tidak memerlukan biaya pencabutan bibit, tidak memerlukan biaya pindah bibit, tenaga tanam kurang dll.
c.        Hemat waktu, ditanam bibit muda 5 - 12 hss, dan waktu panen akan lebih awal
d.       Produksi meningkat, di beberapa tempat mencapai 11 ton/ha
e.       Ramah lingkungan, tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan Mikro-oragisme Lokal), begitu juga penggunaan pestisida.


4.    Tahap pelaksanaan pola tanam SRI
a.     Penyiapan lahan
Sebagai persiapan, lahan diolah seperti mengolah tanah sebelum tanam dalam pertanian konvensional, dengan urutan sebagai berikut. Mula-mula tanah dibajak menggunakan traktor atau tenaga sapi. Selanjutnya tanah digaru sambil disebari pupuk organik. Terakhir, tanah diratakan. Kegiatan olah tanah ini dapat dilakukan sekali maupun duakali olah tanah, hanya saja dalam pelaksanaan dua kali olah tanah dapat menambah biaya produksi akan etapi dapat mengurangi gulma/tanaman pengganggu dan dapat membuat struktur tanah lebih halus. Pada saat menggaru dan meratakan tanah, diusahakan agar air tidak mengalir terus menerus di dalam sawah supaya unsur hara yang ada pada tanah tidak hanyut. Setelah tanah rata, kemudian dibuat parit padabagian pinggir dan tengah tiap petakan untuk memudahkan pengaturan air.
Dengan ketentuan lebar parit berukuran ± 20 cm dengan kedalaman rata-rata cangkul seperti biasa, sedangkan panjang dan lebar petakan kecil yang terbentuk antara 2 m2. Hal ini dimungkinkan agar pada saat pindah tanam petani tidak merusak lahan, sehingga dapat berjalan lewat parit-parit yang dibuat dan juga mempermudah dalam hal penyianggan nantinya. (Gambar 1)
Unuk menentukan jarak tanam petani dapat membuat alat yang berfungsi sebagai penggaris/pengatur jarak tanam sepserti pada gambar 2. Gigi-gigi pada alat tersebut berfungsi sebagai penanda, dimana cara penggunaannya adaah dengan menggariskannya pada lahan tanam secara horizontal dan vertical sehingga terbentuk tittik-titik pertemuan antar garis yang digunakan sebagai lubang/titik tanam.
Untuk pupuk dasar, petani dapat mencampurkannya langsung ketika olah tanah ini. Selain agar tidak hanayut terbawa air, hal ini juga bertujuan untuk mencampur pupuk dasar agar rata. Pupuk dasar yang digunakan yaitu pupuk yang sifatnya organik dan bukan kimia, seperti pupuk kompos maupun pupuk hijau.

b.    Penyiapan benih
Benih diseleksi dengan bantuan penggunaan air garam dan telur ayam/itik/bebek. Telur yang bagus umumnya dalam air akan tenggelam, namun bila pada air ini diberi garam yang cukup dan diaduk maka telur yang bagus itu akan mengapung. Bila telur belum juga mengapung maka tambahkan lagi garamnya sampai telur ini mengapung karena berat jenisnya (BJ) menjadi lebih rendah daripada air garam. Air garam yang sudah mampu mengapungkan telur ini dapat digunakan untuk seleksi benih. Biasanya apabila telur sudah mengapung,berarti kadar garam dalam air ± 5 %. Langkah-langkah selanjutnya adalah sebagai berikut :
Pertama, benih dimasukkan ke dalam air garam dan dipilih hanya benih yang tenggelam, karena gabah yang mengapung belum terlalu masak secara fisiologis/tidak mentes sehingga tidak baik jika digunakan sebagai benih
Kedua, benih yang baik kemudian dicuci dengan bersih sampai unsure garamnya hilang dari benih tersebut, juga akan lebih baik jika dicuci menggunakan wadah yang berlubang dan pada air yang mengalir untuk meyakinkan benih benar-benar akan terbebas dari garam;
Ketiga, benih yang sudah bebas dari garam direndam dalam air biasa selama sekitar 24 jam;
Keempat, setelah benih direndam, kemudian dipemeram selama sekitar 36 jam yaitu benih di bungkus dengan karung goni atau kain yang basah. Penyimpanan benih ini akan lebih baik ditempat yang hangat  dan diusahakan agar kain tetap basah dan lembab;
Kelima, setelah diperam selama 36 jam dan berkecambah atau muncul akar pendek, benih siap disemai/ ditebar.

c.     Penyemian

Penyemaian dapat dilakukan di sawah, di ladang atau dalam wadah seperti kotak plastik atau besek/pipiti yang diberi alas plastik/daun pisang dan berada di area terbuka yang mendapatkan sinar matahari. Tanah untuk penyemaian tidak menggunakan tanah sawah tetapi menggunakan tanah darat yang gembur dicampur dengan kompos dengan perbandingan tanah:kompos sebaiknya minimal 2:1 dan akan lebih baik bila 1:1, dapat juga ditambahkan pada campuran ini abu bakar agar medianya semakin gembur sehingga nantinya benih semakin mudah diambil dari penyemaian untuk menghindari putusnya akar. Luas area yang diperlukan untuk penyemaian minimal adalah sekitar 20 m2 untuk setiap 5 kg benih, sehingga bila penyemaian dilakukan pada wadah dapat dihitung jumlah wadah yang diperlukan menyesuaikan dengan ukuran masing-masing wadah dan tentunya akan lebih baik lagi bila tempat penyemaiannya lebih luas untuk pertumbuhan benih yang lebih sehat.
Untuk penyemaian yang dilakukan di sawah atau ladang, tempat penyemaian dibuat menjadi berupa tegalan/guludan seperti untuk penanaman sayuran dengan ketinggian tanahnya sekitar 15 cm, lebar sebaiknya sekitar 125 cm dan seluruh pinggirannya ditahan dengan papan, triplek atau batang pisang untuk mencegah erosi. Benih yang sudah ditebar sebaiknya kemudian ditutup lagi dengan lapisan tipis tanah atau kompos atau abu bakar untuk mempertahankan kelembabannya kemudian ditutup lagi dengan jerami atau daun kelapa untuk menghindari dimakan burung dan gangguan dari air hujan sampai tumbuh tunas dengan tinggi sekitar 1 cm.
Setelah dilakukan penyemaian benih-benih ini harus dirawat dengan melakukan penyiraman setiap pagi dan sore bila tidak turun hujan. Untuk pola tanam SRI benih siap di tanam ke sawah saat usianya belum mencapai 15 hari dan sebaiknya antara umur 8-10 hari setelah tebar yaitu saat baru memiliki dua helai daun.

d.    Penanaman
Pada pola tanam SRI benih diperlakukan dengan hati-hati. Bibit yang ditanam di persemaian sawah atau ladang tidak boleh diambil dengan cara dicabut atau ditarik tetapi dengan cara di ambil bagian bawah tanahnya (tanah ikut terbawa) sehingga akar tanaman tidak rusak. Kemudian kumpulan bibi yang teah dicabut  ditempatkan pada suatu wadah, missal pelepah pisang, bambu atau lainnya untuk di bawa ke tempat penanaman. Pemindahan harus dilakukan secepat mungkin dalam waktu sekitar 30 menit atau lebih baik lagi dalam waktu 15 menit untuk menghindari trauma dan shok. Untuk bibit yang ditanam menggunakan wadah akan lebih mudah membawanya ke tempat penanaman. Bibit dipilih yang sehat diantara cirinya adalah lebih tinggi/ besar dan daunnya lebih tegak ke atas atau daunnya tidak terlalu terkulai. Penanaman bibitdilakukan secara dangkal ( sedalam ± 1 cm ) dan hanya cukup satu sampai 3 bibit untuk satu titik/ lubang tanam.
Bibit ditanamkan dengan menggesernya di atas permukaan tanah, yang lebih mudah menggunakan jari jempol dan telunjuk. Sisa dari bibit dapat ditanam tunggal dibagian terluar diantara tanaman padi lainnya dari tiap petakan sebagai cadangan bila di kemudian hari ada tanaman yang tidak baik tumbuhnya. Penyulaman dilakukan menggunakan tanaman yang disiapkan sebagai cadangan di antara tanaman utama atau mengambil dari rumpun yang sewaktu ditanam berasal dari 2 atau 3 bibit.

e.    Perawatan
Tanaman padi yang terawat akan memberikan hasil panen yang jauh lebih baik daripada padi di sawah yang biarkan begitu saja. Air diatur agar hanya macak-macak atau mengalir di saluran air saja, perendaman lahan selama beberapa saat dilakukan bila lahan sawah terlihat kering dan adanya retakan halus pada tanah. Penanganan gulma dilakukan dengan penyiangan mekanis sampai gulma tersebut tercabut dari tanah untuk kemudian dibenamkan menggunakan tangan atau kaki sedalam mungkin agar tidak mampu tumbuh lagi bisa juga dengan menggunakan sosrok maupun alat lainnya yang tidak bertentangan dengan prinsip budidaya padi dengan sisim SRI yang bersifat ramah ingkungan ini. Dari setiap proses penyiangan mekanis ini dapat diharapkan nantinya ada penambahan hasil panen satu atau bahkan dua ton per hektarnya sehingga nilai tambah dari penyiangan ini sebenarnya cukup tinggi. Sebelum penyiangan tanah sebaiknya direndam untuk melunakkan tanah dan setelah dilakukan penyiangan air kembali dibuang dan sawah dalam keadaan macak-macak.
Untuk mempercepat proses dekomposisi bahan organik dari gulma maka perlu dilakukan penyemprotan MOL (mikro-organisma lokal) setelah proses penyiangan. Penyemprotan MOL di arahkan ke tanah bukan ke tanaman karena maksudnya adalah penambahan jumlah bakteri pengurai ke dalam tanah untuk melakukan proses dekomposisi bahan organik. MOL ini dapat juga di campur dengan pupuk organik cair (POC) untuk memberikan tambahan unsur hara ke dalam tanah. Konsentrasi larutan untuk penyemprotan baik MOL, POC maupun campuran MOL dan POC jangan terlalu pekat untuk menghindari terjadinya proses dekomposisi yang berlebihan pada tanah yang mengakibatkan akan menguningnya tanaman untuk sementara karena unsur N yang ada dipergunakan oleh bakteri pengurai untuk aktivitasnya. Proses dekomposisi yang berlebihan pun akan terjadi bila menggunakan pupuk kandang atau daun-daunan segar secara langsung ke sawah tanpa proses pengkomposan diluar sawah sehingga tidak baik bila diaplikasikan pada sawah yang sudah ada tanaman padinya. Oleh karenanya resiko penggunaan MOL atau POC yang berlebihan atau terlalu pekat tetap ada tetapi jauh lebih ringan daripada penggunaan bahan kimia.
Untuk lahan sawah yang penggunaan komposnya di bawah jumlah ideal sebaiknya pemakaian POC di tingkatkan jumlahnya. Interval penyiangan mekanis normalnya dilakukan setiap 10 hari sekali tetapi harus segera dilaksanakan bila ada indikasi pertumbuhan gulma sebelum gulma ini semakin tinggi sehingga semakin sulit dihilangkan. Penyemprotan POC kaya N dapat dilakukan pada usia padi 20 hari setelah semai (hss), 30 hss, 40 hss dan 50 hss. Namun penyemprotan POC kaya N ini dapat dilakukan kapanpun juga bila diperlukan pada kondisi padi terlihat mengalami kahat/kekurangan N dengan gejala daun menguning terutama antara 40 hss – 60 hss. Gabungan POC kaya P dan K disemprotkan 2 atau 3 kali saat padi sudah memasuki usia sekitar 70 hss untuk memperbaiki kualitas pengisian gabah dengan interval penyemprotan 10 hari. Frekuensi penyemprotan POC dapat disesuaikan dengan kondisi di lapangan berdasarkan pengamatan dari pertumbuhan tanaman. Penyemprotan POC atau MOL harus dilakukan dalam kondisi lahan tidak tergenang dan diusahakan pada saat padi mulai berbunga penyemprotan POC sudah dihentikan agar tidak mengganggu proses penyerbukan. Penanganan organisma pengganggu tanaman (OPT) berupa hama/penyakit dilakukan dengan penggunaan atau penyemprotan pestisida nabati/pestisida organik lokal (POL) yang diarahkan ke tanaman. Penyemprotan dapat dilakukan sebagai usaha preventif/pencegahan secara berkala ataupun untuk penanggulangan. Saat mulai muncul malai lahan digenangi air setinggi sekitar 1 – 2 cm dari permukaan tanah secara terus menerus sampai saat padi sudah mulai terisi. Aliran air kemudian dihentikan samasekali atau lahan dikeringkan seterusnya ketika bulir padi sudah terisi.

f.      Pemanenan
Panen dilakukan saat padi mencapai umur panen sesuai deskripsi untuk masing-masing varietas dihitung dari saat tebar/semai di penyemaian atau sekitar 30-35 hari setelah berbunga atau ketika sekitar 90% padi sudah menguning. Hindari pemanenan pada saat udara mendung atau gerimis.


D.      Kesimpulan saran

1.       Kesimpulan
Langkah-langkah dalam bercocok tanam dengan metode SRI antara lain:
a.        Penyiapan lahan, yaitu pembajakan, penambahan pupuk dasar, penggaruan, dan penandaan jarak tanam.
b.       Penyiapan benih, benih seleksi larutan garam 5%,pencucian, perendaman (24 jam), dan pemeraman (36 jam).
c.        Penyemaian, yaitu penyemaian dalam wadah sampai umur 7-10 hari.
d.       Penanaman/transplanting, yaitu penanaman 1 lubang berisi 1-3 bibit dan diambil beserta tanahnya.
e.      Perawatan, dapat dilakukan penyiangan ( 10 hari sekali), penggenangan (2cm/macak-macak), penembahan MOL dan POC, jika diperlukan dapat digunakan juga POL.
f.         Panen, dilakukan jika padi sudah 90 % menguning.

2.       Saran
Dalam penerapan SRI pada awalnya membutuhkan pelatihan/pendampingan  yang benar-benar membuat para petani paham dengan mekanisme kerja system tersebut, bila perlu diadakan pendampingan/penyuluhan dari para ahli pertanian secara inensif selama proses usaha pertanian dilakukan.



E.    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar